Sunday, September 14, 2014

Dear Self, ....

Dear bloggie,
sudah lama sekali aku tidak menorehkan kata-kata di tempat ini. Apa kau merindukanku? Setelah sekian lama aku tidak berkunjung, bolehkah aku membuat sebuah surat yang melankolis untuk diriku sendiri? Cengeng memang... Tapi aku membutuhkannya. Mungkin ini caraku untuk melihat diriku sendiri.
________________________________________
Dear self,
kau sudah melangkah begitu jauh dari seorang remaja menjadi sosok yang berbeda. Kau dulu begitu sering menangis, merasa begitu banyak hal yang tidak adil terjadi dalam hidupmu. Dulu kau merasa dirimu tidak bisa sehebat kakak atau adikmu dan menangis karena merasa dibandingkan.
Yaa.. Tapi itu dulu.. Saat kau masih menjadi seorang remaja dengan emosi yang belum matang. Sudah bertahun-tahun yang lalu kau melupakan kejadian tersebut, karena akhirnya kau sadar... Masing-masing anak memiliki perbedaan dan seperti apapun orang tua memperlakukan anaknya, esensi yang dimilikinya tetap sama. KASIH SAYANG..
Kurasa, orang-orang yang menganggap hal tersebut masih menjadi sebuah isu dalam hidupku adalah mereka yang tidak begitu mengenalku.

Dear self,
kau selalu menjadi orang yang keras. Ingatkah kau pernah begitu terbawa emosi? Kau bahkan memutuskan untuk tidak berbicara pada keluargamu kecuali itu sangat penting. Kau tidak mengindahkan kata-kata mereka dan semakin mengeraskan hati saat ditegur.
Tapi kini kau telah berubah, kau berusaha untuk berubah... Kedua orang tuamu semakin tua, memiliki keriput dan guratan kelelahan yang lebih banyak. Setiap kau pulang dan mendapati ayahmu sendirian di rumah sedangkan ibumu sedang menjalankan tanggung jawabnya di luar kota, kau akhirnya tersadar... begitu sedikit waktu yag kau berikan untuk mereka. Betapa egois dirimu yang selalu menuntut pengertian namun hanya memberi sedikit pemahaman.
Sekarang kau mencoba untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tuamu. Melunakkan sedikit bagian dari hatimu untuk kedua orang tuamu, untuk keluarga yang dulu pernah kau acuhkan dan tidak begitu kau pedulikan.

Dear self,
kau sudah mengalami begitu banyak pengalaman manis dan pahit. Membuatmu selalu berubah dari waktu ke waktu, dari kesakitan ke kesakitan, dan dari kebahagiaan ke kebahagiaan yang lain.
Kau pernah berada di puncak kehidupan, saat kau dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangimu. Ketika kau terpuruk dan berjalan terseok-seok, mereka akan menasihatimu dan membantumu untuk kembali berjalan dengan langkah yang tegap. Mereka pernah membicarakanmu saat kau tak melihat mereka, kau tidak memungkiri hal itu, tapi mereka juga tidak akan membiarkanmu jatuh terlalu dalam. Mereka akan memberitahumu bahwa sikapmu salah dengan cara mereka sendiri lalu membantu agar kau tetap bisa berdiri. Mereka memerhatikanmu, menyayangimu, dan menjagamu. Dari mereka kau belajar tentang kebahagiaan.
Kau pernah berada di dasar kehidupan, saat kau dikelilingi oleh orang-orang yang mencibirmu. Tanpa mengetahui sepak terjang yang terjadi dalam hidupmu, mereka membicarakan kelakuanmu di balik punggungmu. Mereka yang kau anggap teman tidak pernah benar-benar berusaha untuk meraihmu. Atau kau yang tidak berusaha untuk meraih mereka? Entahlah.. Yang pasti kalian kehilangan kekuatan hubungan karena kau merasa mereka membiarkanmu berjalan sendiri. Ya, kau berusaha mati-matian untuk tetap bisa berjalan ke kampus setiap hari, padahal kau sedang berada dalam lubang kehidupan yang paling dalam. Begitu banyak cibiran yang datang dari belakang tanpa mempertanyakan seperti apa hal yang kau lalui. Kau tahu tentang semua omongan-omongan busuk dibelakangmu, tapi kau berusaha tidak peduli. Dari mereka kau belajar tentang kemunafikan dan ketidakpedulian.
Kau pernah hidup dengan rasa sakit. Bukan rasa sakit di dalam hati, tapi rasa sakit yang secara nyata terukir di permukaan kulitmu. Jarum dan pisau pernah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupanmu, menjadi teman untuk mengurangi beban pikiran yang selalu berkecamuk dalam kepalamu, dalam otakmu. Kau pernah menyakiti dirimu sendiri dan menganggap itu adalah satu-satunya pertolongan yang bisa kau dapatkan, meski kau tahu sebenarnya hal itu tidak akan menyelesaikan apapun. Hingga akhirnya kau memutuskan untuk memberitahu sahabatmu tentang kelakuanmu itu. Dengan caranya sendiri dia membuatmu mengurangi kebiasaan menyakiti diri sendiri dan kau bertekad untuk bersih dari kebiasaan tersebut. Kini kau berhasil mengatasi sikap menyakiti diri sendiri. Darinya kau belajar tentang kepercayaan dan kepedulian.

Dear self,
kau pernah hidup menggunakan topeng. Ketika kau masih menjadi remaja dengan segala kelabilan emosimu, kau selalu merasa menggunakan topeng senyum untuk menutupi kesedihanmu. Kau merasa kuat karena melakukan hal tersebut, hingga akhirnya kau sadar bahwa itu salah... Kau begitu membanggakan dirimu yang bisa tetap tersenyum saat sedang merasa sedih tanpa kau sadari jika semua itu hanya mengarahkanmu pada kesedihan yang lebih dalam. Kau mengasihani dirimu sendiri karena percaya bahwa hal itu membuatmu kuat, padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Quotes ”ada tangisan di balik senyumku” kau ubah menjadi ”ada senyuman di dalam tangisku”. Kau selangkah lebih maju untuk berpikir positif.
Kau pernah menggunakan topeng anak baik. Meski kau sadar sisi brengsek dalam dirimu terkadang ingin keluar, kau tak pernah mengijinkannya. Tidak semua orang bisa menerima jika kau memperlihatkan sisi itu, tapi semua orang bisa menerima dirimu yang baik, sopan, dan selalu taat peraturan. Hingga akhirnya kau muak!! Kau merasa cukup untuk bermain sebagai seseorang yang baik, kau merasa palsu karena tidak pernah benar-benar mengeluarkan seluruh dirimu yang sebenarnya, kau muak dan merasa iri kepada mereka yang bisa berekspresi dengan bebas. Tapi paling tidak, kau menjadi belajar untuk tidak pernah mencibir dan menghakimi orang lain jika mereka berekspresi dengan cara mereka sendiri. Everybody have their own reason..

Dear self,
kau begitu ingin melepaskan topeng yang melekat di wajahmu. Akhirnya tiba kesempatan untuk mengeluarkan sisi brengsekmu. Seseorang yang menjadi sahabatmu dapat membuat dirimu berani mengeluarkan sisi yang selama ini sangat jarang kau perlihatkan. Ia tidak pernah menghakimi dan juga dapat melihat bahwa kau sering menahan dirimu sendiri. Ia tidak suka melihat hal tersebut dan membiarkanmu menjadi dirimu sendiri, sejelek apapun sebenarnya dirimu itu.
Kau merasa bahagia dapat mengeluarkan rasa muakmu pada kepalsuan. Untuk pertama kalinya, kau merasa begitu bebas menjadi dirimu sendiri. Tapi kemudian, kau kembali berpikir... Memang begitu membahagiakan dapat melepaskan dirimu sendiri dari cangkangnya, tapi kadang kau juga tetap merasa tidak sepenuhnya bahagia. Kau berusaha mencari makna dari kebahagiaan, dan akhirnya kau sadar bahwa kebahagiaan bisa kau dapatkan saat adanya penyerahan diri pada Tuhan, bertawakal pada Tuhan, dan biarkan kedua sisi dalam hidup berjalan keluar beriringan, karena kau berpotensi menjadi jahat seperti iblis dan berpotensi menjadi baik seperti malaikat namun kau tetap seorang manusia –yang baik dan brengsek.

Dear self,
kau seseorang yang mencintai Tuhan dan mempercayai agama –apapun- akan selalu mengajarkan kebaikan di dalamnya, tapi kau sering merasa tidak cocok dengan orang-orang yang berada dalam agama.
Kau tidak menyukai mereka yang shalat namun tetap bergunjing, kau membenci mereka yang rajin mengaji namun melabeli orang yang tidak berpakaian seperti mereka sebagai orang asing dari komunitas agama mereka, dan kau tidak cocok dengan mereka yang beribadah dengan dogmatis.
Kau sering berpikir, ”untuk apa beribadah dengan begitu rajin tapi tidak pernah mengetahui makna dari yang mereka kerjakan? Untuk apa terus-terusan beribadah secara dogmatis? Untuk apa mereka melakukan itu semua jika tidak bisa memanusiakan manusia?”
Tidak, kau tidak pernah merasa lebih baik dari mereka. Kau tidak pernah beribadah serajin mereka, bahkan untuk shalat wajib pun kadang kau sangat malas. Tapi, paling tidak kau tahu cara memanusiakan manusia. Kau tahu bagaimana caranya untuk tidak menghakimi orang lain, kau bertoleransi dengan mereka yang berbeda agama, kau tidak membicarakan keburukan orang lain di balik badan mereka. Mungkinkah itu adalah manifestasi cintamu pada Tuhan? Meski kau jarang beribadah, kau tidak melupakan rasa cintamu pada-Nya. Selama ini, kau tidak ingin beribadah karena ada seseorang yang menyuruhmu untuk beribadah, kau ingin menghadap Tuhan karena kau mencintai-Nya bukan karena kau takut pada-Nya.
Terkadang kau memiliki pandangan yang berbeda mengenai agama jika dibandingkan dengan orang-orang disekelilingmu. Kau percaya agama yang kau anut saat ini menjunjung tinggi kemanusiaan dan perdamaian, kau percaya hati manusia akan terketuk saat melihat betapa damai dan lembut agama yang kau pegang. Dan kau sangat percaya agama yang kau pilih bukanlah agama yang akan memberatkan hati seorang makhluk pada Tuhannya. Meski kau belum menjadikan kesadaran tersebut sebagai motivasi untuk melakukan ritual agamamu dengan lebih baik, kau yakin Tuhan mengetahui bahwa kau begitu mencintai-Nya.

Dear self,
kau sudah mengalami berbagai hal dalam kehidupan. Kau memaknai kebahagiaan, kau melewati kesedihan, kau bertahan melalui keterpurukan, dan kau terbentuk menjadi seperti dirimu saat ini.
Apakah kau ingat, dulu kau pernah kehilangan arah dan juga kehilangan dirimu sendiri? Namun, kini kau berada dalam kesadaran tertinggi untuk berusaha melihat dirimu sendiri, dirimu yang sebenarnya. Kau meringankan langkah kakimu, membiarkan pikiran dan perasaan bersatu menjadi pemandu jalanmu. Seperti air yang terus mengalir dan fleksibel dengan kehidupan, kau berusaha untuk dapat menjadi seperti itu. Kau sadar bahwa untuk menjadi diri sendiri tidak bisa didapatkan hanya dengan mengeluarkan sisi brengsek yang ada dalam dirimu, kau juga sadar tidak selamanya sebuah kebaikan akan berlangsung menjadi sebuah kepura-puraan. Kau kini mengerti bahwa menerima diri sendiri dengan apa adanya merupakan hal yang lebih penting dan kau berusaha menemukan diri sendiri dalam menerima semua kesalahan dan kebenaran yang terjadi dalam hidupmu.
Ya, kau berusaha untuk menerima sisi baik dan brengsek sebagai bagian dari dirimu. Kau mendengarkan hati dan pikiranmu yang membimbing kapan dan dimana sisi-sisi tersebut dapat muncul. Kau meringankan langkah kakimu dan membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dan tentu saja, kau ingin mengatakan SELAMAT DATANG pada kesadaran dirimu yang baru.
Lalu, entah bagaimana caranya, kesadaran baru tersebut mengantarkan dirimu untuk menemukan kesadaran lain yang tidak kalah tingginya. Kesadaran untuk selalu bersanding dengan Tuhan melalui ritual-ritual yang sebelumnya tidak pernah kau jalankan dengan baik. Kau merasa lebih dapat bersama dirimu saat kau melakukan ritual tersebut dengan penuh keikhlasan. Sepertinya kau menemukan esensi Tuhan saat kau menemukan dirimu sendiri.
Kau menyadari pentingnya menjalankan ritual agama yang diperintahkan dan kau bersyukur karena kau tidak ’hanya’ sekedar menjalankan ritual tersebut. Kau merasa berada dalam kesadaran tertinggi dalam kehidupan.

Dear self,
aku adalah dirimu. Satu-satunya makhluk yang mengetahui apa saja yang telah kau lalui, satu-satunya makhluk yang mengetahui perasaan apa saja yang melandamu setiap waktu, satu-satunya makhluk yang mengetahui proses kehidupan yang kau jalani.
Aku melihat masa-masa saat kau masih menjadi seorang remaja dengan emosi yang labil, aku merasakan perasaan bahagia ketika kau begitu menikmati dikelilingi oleh teman-teman sekolah yang begitu menyayangimu, aku mengamati saat kau terjatuh ke dalam lubang yang begitu dalam. Aku juga menjadi satu-satunya makhluk yang terus memerhatikan perkembangan –fisik dan emosi- yang telah kau lalui selama lebih dari 20 tahun.
Aku melihat saat kau menangis karena perbandingan, saat kau memuja kebebasan, saat kau tidak menyukai kemunafikan, saat kau membenci orang-orang yang menjatuhkan orang lain dengan perlahan. Aku tahu bagaimana kau berusaha menghadapi hantaman-hantaman yang terjadi, juga berbagai keputusasaan yang menghinggapi dirimu.
Bolehkah aku meminta tolong? Jangan lupakan kesadaranmu tentang diriku karena aku yang akan menemanimu seperti apapun keadaan yang kau lalui. Aku akan mengingatkanmu saat kau terlalu banyak mengeluh, aku akan menghentikan langkahmu sebelum kau jatuh terlalu dalam, aku akan memberimu pijakan saat kau kehilangan jalanmu. Aku akan membantumu untuk menambah rasa cinta pada Tuhan yang begitu kau agungkan. Aku akan membimbingmu agar kau tidak menyesali pilihan yang telah kau tentukan. Tolong jangan lupakan perasaan yang kau dapatkan saat kau bertemu dengan dirimu sendiri, karena aku begitu menyayangimu.


Best Regards,
Yourself..

No comments:

Post a Comment