Thursday, September 25, 2014

I'm a(n) (ex-)Self Harmer

note: jika ada yang merasa asing dengan istilah self harmer, definisi singkatnya adalah :orang yang menyakiti diri mereka sendiri *secara harfiah*. Jika kurang jelas, bisa search sendiri di Google


Ini adalah sebuah pengakuan yang lain.. Bukan berarti saya ingin mengumbar keburukan dan kekurangan, tapi seperti yang pernah saya katakan bahwa pengakuan seperti ini saya lakukan untuk memudahkan diri saya untuk bisa menerima diri sendiri dan membuat saya lebih baik. Bagaimana bisa? Mudah saja.. Ketika saya sudah mengakui kekurangan saya, saya tidak akan peduli jika ada orang lain yang menghina ataupun mencaci-maki saya. Toh, saya sudah mengakui kekurangan itu, apa kata orang tidak berarti untuk saya. Yang paling penting adalah saya tetap berusaha untuk lebih baik.

Baiklah, kembali ke topik… Bagi yang sudah membaca postingan saya yang berjudul ‘Dear Self,…’ dapat menemukan bagian yang mengatakan bahwa saya pernah hidup dalam kesakitan yang terukir nyata di permukaan kulit. Hal itu bukanlah sebuah kebohongan ataupun analogi.. Bodoh? Memang itu sebuah kelakuan yang sangat bodoh. Aneh? Mereka yang pernah mengalami hal yang sama dengan saya tidak akan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang aneh.

Kenapa saya memilih koping yang destruktif seperti itu? Yang pasti bukan karena saya melupakan Tuhan.. Ketika saya melakukan hal itu, saya melakukan dengan penuh kesadaran bahwa yang saya lakukan itu salah. Tapi percayalah... Saat pikiranmu sedang sangat penuh dan tidak bisa ditambah lagi dengan apapun, menyakiti diri sendiri menjadi sebuah pelepasan yang sangat cepat dan efektif. Oke, stop..!! Saya tidak akan melanjutkan penjelasan tentang perasaan saya ketika melakukan self harm. Saya tidak ingin penjelasan saya menjadi semacam trigger untuk orang lain (well, in my experience, read something about self harm can be a good trigger to make me did it again and again).

Perilaku self harm yang saya lakukan adalah menusuk, menyayat, memukul diri sendiri, dan mencakar tangan hingga luka. FYI, masih ada berbagai cara lain untuk menyakiti diri sendiri namun yang paling banyak digunakan adalah menyayat-tangan, kaki, paha, perut. Entah kenapa menyayat lebih populer, sepertinya karena di atas kulit kita ada saraf penerima rasa sakit sehingga ketika kita melukai kulit rasa sakit lebih terasa. Selain itu, menyayat lebih mudah mengeluarkan darah dan darah yang keluar seringkali memberikan ketenangan yang tidak bisa dijelaskan.

Sebenarnya, kasus self injury/self harm di Indonesia sendiri cukup banyak. Namun, entah kenapa tidak banyak kasus yang terungkap dan tidak ada yang pernah benar-benar terekspos. Entah karena masih banyak hal lain yang lebih urgent untuk ditangani atau orang-orang di negara ini masih menutup mata untuk hal ini. Yang pasti, saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal-hal seperti ini. Mungkin karena saya tahu seperti apa rasanya ketika putus asa melanda namun bingung bagaimana caranya untuk meminta bantuan.

Oh.. Tapi jangan salah.. Saya tidak selalu bersimpati kepada orang-orang yang melakukan perilaku ini. Saya justru merasa tersinggung pada orang-orang yang memamerkan foto dari hasil sayatan, seakan-akan yang mereka lakukan adalah sebuah prestasi. Dan mereka yang melukai diri mereka sendiri karena PACAR!! Oh God.. It feels like an insult to me!

Kenapa saya tidak menyukai orang-orang seperti itu? Karena, setau saya, mereka yang memiliki suicidal thoughts justru tidak seberani itu untuk memperlihatkan perilaku self harm itu, apalagi melalui medsos yang jelas-jelas akan dilihat oleh ratusan orang!!! (guess i don’t have any suicidal thoughts anymore. haha)

And what the hell is wrong with people who did self harm because their lover?!! Makes me sick! Masih banyak orang yang melakukan self harm karena hal lain yang lebih berat. Oke, masalah yang berat itu memang subjektif. Tapi coba bandingkan kedua kasus ini, mana yang lebih berat?

1. Your lover left you or somebody rape you?
2. Your lover left you or emotional abused by your parents?

You know the answer, right?

Ohya, saya ingin memberi tahu sesuatu yang lucu. Meski saya mengatakan bahwa saya adalah ex-self harmer, sebenarnya saya tidak bisa dikatakan ex-self harmer murni (tsaahhh bahasanya). Kenapa? Karena meski saya sudah beberapa bulan ini tidak melakukan perilaku self harm apapun, SAYA MASIH DALAM TAHAP MENCOBA BERTAHAN UNTUK TIDAK MELAKUKANNYA LAGI. Jika kalian tau seperti apa rasanya, proses berhenti dari perilaku ini sangatlah sulit. Dapat bersih dalam waktu beberapa bulan terakhir, jujur saja, merupakan sebuah kebanggaan untuk saya.

There’s still a desire to do it, but I try to hold it. Yeah.. I’m still in my struggle with this shit! But, I’ll pass it. I’ll be the winner..

Dan inilah pengakuan yang telah saya lakukan, meski sebenarny sangat sulit saya tuliskan. Tapi inilah diri saya.. Jika saya tidak bisa menerima diri saya sendiri, siapa lagi yang bisa menerimanya?
click utk lihat lebih lanjut...

Saya ini Manusia Pengecut

Saya adalah seseorang yang pengecut.. Dengan besar hati, saya mengakui hal tersebut. Tidak.. Bukan berarti saya bangga, saya hanya menerima sifat pengecut itu sebagai bagian dari diri saya. Dan tidak.. Bukan berarti saya tidak berusaha merubah sifat tersebut, saya hanya ingin mengakuinya agar lebih mudah untuk mengurangi sifat itu.

Saya adalah seseorang yang pengecut saat menghadapi masalah. Kenapa? Karena jika saya sedang memendam masalah dan banyak pikiran, saya akan menghindari keramaian dengan alasan untuk mencari ketenangan. Memang tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Yang salah dari sikap saya adalah, disaat seperti itu saya akan mengabaikan seluruh tanggung jawab yang sedang saya pikul sehingga orang-orang menjadi kelimpungan mencari saya. Dan ketika saya hendak kembali pada tanggung jawab, disaat seperti itulah kepengecutan saya dapat terlihat dengan jelas.

Saya selalu takut kembali pada tanggung jawab yang saya emabn setelah saya pergi menghilang. Aneh? Memang.. Tapi, jujur saja, saya selalu takut dengan pandangan sinis seseorang. Daripada saya mendapatkan pandangan sinis itu, lebih baik saya tidak perlu muncul sama sekali.
Dalam fase mencoba kembali tersebut, kadang saya cukup beruntung karena mendapatkan seseorang yang bisa kembali merangkul saya. Karena dengan begitu, akan lebih mudah bagi saya untuk memperbaiki semua kegagalan dan kesalahan saya. Saya akan langsung mengebut untuk mencapai tujuan yang sempat tertinggal.

Namun, tak jarang saya mendapatkan perkumpulan yang tidak begitu lihai untuk kembali merangkul saya (termasuk ketua perkumpulan tersebut) *note:saya sengaja menggunakan kata perkumpulan yang -saya anggap- mewakili kata organisasi, kepantiaan, ataupun sekumpulan orang-orang* Dengan kondisi seperti ini, biasanya saya jarang bisa kembali sepenuhnya. Partisipasi yang saya lakukan pada perkumpulan tersebut menjadi hanya sebatas melakukan apa yang harus saya lakukan.

Sejujurnya, di perkumpulan seperti inilah saya takut mendapatkan pandangan sinis. Saya takut jika ada yang merasa bahwa saya sudah tidak begitu diperlukan dalam perkumpulan karena sudah lama menghilang. Bahkan perkataan sederhana seperti, “Kemana aja atuh, Ndri?” (apalagi dengan nada bercanda yang sinis) dapat membuat saya kembali under pressure dan berpikir, “apa benar keputusan saya untuk kembali lagi?” Konyol? Memang… But, hey!! I’m just a human and I can’t read exactly what your mind is!!?

Di saat seperti itu, saya menjadi Indri yang penakut dan terlalu senditif. Saya menjadi seseorang yang selalu berpikiran negatif! Saya terlalu pengecut untuk menghadapi rasa takut saya.

Oh.. What the hell!! Saya mencoba untuk berubah dan menembus batas kepengecutan saya! Tapi itu semua seakan sudah menjadi habit dan membuat semuanya kembali seperti siklus yang tidak pernah berhenti! Saya butuh lingkungan sekitar untuk membantu mendobrak diri saya agar tidak terus berlari dari masalah dan ketakutan!

Dulu mungkin saya akan mencari pembenaran dari sikap-sikap yang saya lakukan, tapi sekarang saya hanya merasa bahwa saya harus berubah! Saya lelah hidup dalam ketakutan. Karena itu saya membuat postingan ini. Membantu saya mengakui seperti apakekurangan dan kelemahan saya. Membantu saya menerima seperti apa adanya saya. Membantu saya untuk tidak peduli jika ada yang menyepelekan sikap saya yang pengecut ini. Karena ini tentang saya dan hidup saya. Saya yang akan berubah dan memperbaikinya!
click utk lihat lebih lanjut...

Sunday, September 14, 2014

Dear Self, ....

Dear bloggie,
sudah lama sekali aku tidak menorehkan kata-kata di tempat ini. Apa kau merindukanku? Setelah sekian lama aku tidak berkunjung, bolehkah aku membuat sebuah surat yang melankolis untuk diriku sendiri? Cengeng memang... Tapi aku membutuhkannya. Mungkin ini caraku untuk melihat diriku sendiri.
________________________________________
Dear self,
kau sudah melangkah begitu jauh dari seorang remaja menjadi sosok yang berbeda. Kau dulu begitu sering menangis, merasa begitu banyak hal yang tidak adil terjadi dalam hidupmu. Dulu kau merasa dirimu tidak bisa sehebat kakak atau adikmu dan menangis karena merasa dibandingkan.
Yaa.. Tapi itu dulu.. Saat kau masih menjadi seorang remaja dengan emosi yang belum matang. Sudah bertahun-tahun yang lalu kau melupakan kejadian tersebut, karena akhirnya kau sadar... Masing-masing anak memiliki perbedaan dan seperti apapun orang tua memperlakukan anaknya, esensi yang dimilikinya tetap sama. KASIH SAYANG..
Kurasa, orang-orang yang menganggap hal tersebut masih menjadi sebuah isu dalam hidupku adalah mereka yang tidak begitu mengenalku.

Dear self,
kau selalu menjadi orang yang keras. Ingatkah kau pernah begitu terbawa emosi? Kau bahkan memutuskan untuk tidak berbicara pada keluargamu kecuali itu sangat penting. Kau tidak mengindahkan kata-kata mereka dan semakin mengeraskan hati saat ditegur.
Tapi kini kau telah berubah, kau berusaha untuk berubah... Kedua orang tuamu semakin tua, memiliki keriput dan guratan kelelahan yang lebih banyak. Setiap kau pulang dan mendapati ayahmu sendirian di rumah sedangkan ibumu sedang menjalankan tanggung jawabnya di luar kota, kau akhirnya tersadar... begitu sedikit waktu yag kau berikan untuk mereka. Betapa egois dirimu yang selalu menuntut pengertian namun hanya memberi sedikit pemahaman.
Sekarang kau mencoba untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang tuamu. Melunakkan sedikit bagian dari hatimu untuk kedua orang tuamu, untuk keluarga yang dulu pernah kau acuhkan dan tidak begitu kau pedulikan.

Dear self,
kau sudah mengalami begitu banyak pengalaman manis dan pahit. Membuatmu selalu berubah dari waktu ke waktu, dari kesakitan ke kesakitan, dan dari kebahagiaan ke kebahagiaan yang lain.
Kau pernah berada di puncak kehidupan, saat kau dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangimu. Ketika kau terpuruk dan berjalan terseok-seok, mereka akan menasihatimu dan membantumu untuk kembali berjalan dengan langkah yang tegap. Mereka pernah membicarakanmu saat kau tak melihat mereka, kau tidak memungkiri hal itu, tapi mereka juga tidak akan membiarkanmu jatuh terlalu dalam. Mereka akan memberitahumu bahwa sikapmu salah dengan cara mereka sendiri lalu membantu agar kau tetap bisa berdiri. Mereka memerhatikanmu, menyayangimu, dan menjagamu. Dari mereka kau belajar tentang kebahagiaan.
Kau pernah berada di dasar kehidupan, saat kau dikelilingi oleh orang-orang yang mencibirmu. Tanpa mengetahui sepak terjang yang terjadi dalam hidupmu, mereka membicarakan kelakuanmu di balik punggungmu. Mereka yang kau anggap teman tidak pernah benar-benar berusaha untuk meraihmu. Atau kau yang tidak berusaha untuk meraih mereka? Entahlah.. Yang pasti kalian kehilangan kekuatan hubungan karena kau merasa mereka membiarkanmu berjalan sendiri. Ya, kau berusaha mati-matian untuk tetap bisa berjalan ke kampus setiap hari, padahal kau sedang berada dalam lubang kehidupan yang paling dalam. Begitu banyak cibiran yang datang dari belakang tanpa mempertanyakan seperti apa hal yang kau lalui. Kau tahu tentang semua omongan-omongan busuk dibelakangmu, tapi kau berusaha tidak peduli. Dari mereka kau belajar tentang kemunafikan dan ketidakpedulian.
Kau pernah hidup dengan rasa sakit. Bukan rasa sakit di dalam hati, tapi rasa sakit yang secara nyata terukir di permukaan kulitmu. Jarum dan pisau pernah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupanmu, menjadi teman untuk mengurangi beban pikiran yang selalu berkecamuk dalam kepalamu, dalam otakmu. Kau pernah menyakiti dirimu sendiri dan menganggap itu adalah satu-satunya pertolongan yang bisa kau dapatkan, meski kau tahu sebenarnya hal itu tidak akan menyelesaikan apapun. Hingga akhirnya kau memutuskan untuk memberitahu sahabatmu tentang kelakuanmu itu. Dengan caranya sendiri dia membuatmu mengurangi kebiasaan menyakiti diri sendiri dan kau bertekad untuk bersih dari kebiasaan tersebut. Kini kau berhasil mengatasi sikap menyakiti diri sendiri. Darinya kau belajar tentang kepercayaan dan kepedulian.

Dear self,
kau pernah hidup menggunakan topeng. Ketika kau masih menjadi remaja dengan segala kelabilan emosimu, kau selalu merasa menggunakan topeng senyum untuk menutupi kesedihanmu. Kau merasa kuat karena melakukan hal tersebut, hingga akhirnya kau sadar bahwa itu salah... Kau begitu membanggakan dirimu yang bisa tetap tersenyum saat sedang merasa sedih tanpa kau sadari jika semua itu hanya mengarahkanmu pada kesedihan yang lebih dalam. Kau mengasihani dirimu sendiri karena percaya bahwa hal itu membuatmu kuat, padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Quotes ”ada tangisan di balik senyumku” kau ubah menjadi ”ada senyuman di dalam tangisku”. Kau selangkah lebih maju untuk berpikir positif.
Kau pernah menggunakan topeng anak baik. Meski kau sadar sisi brengsek dalam dirimu terkadang ingin keluar, kau tak pernah mengijinkannya. Tidak semua orang bisa menerima jika kau memperlihatkan sisi itu, tapi semua orang bisa menerima dirimu yang baik, sopan, dan selalu taat peraturan. Hingga akhirnya kau muak!! Kau merasa cukup untuk bermain sebagai seseorang yang baik, kau merasa palsu karena tidak pernah benar-benar mengeluarkan seluruh dirimu yang sebenarnya, kau muak dan merasa iri kepada mereka yang bisa berekspresi dengan bebas. Tapi paling tidak, kau menjadi belajar untuk tidak pernah mencibir dan menghakimi orang lain jika mereka berekspresi dengan cara mereka sendiri. Everybody have their own reason..

Dear self,
kau begitu ingin melepaskan topeng yang melekat di wajahmu. Akhirnya tiba kesempatan untuk mengeluarkan sisi brengsekmu. Seseorang yang menjadi sahabatmu dapat membuat dirimu berani mengeluarkan sisi yang selama ini sangat jarang kau perlihatkan. Ia tidak pernah menghakimi dan juga dapat melihat bahwa kau sering menahan dirimu sendiri. Ia tidak suka melihat hal tersebut dan membiarkanmu menjadi dirimu sendiri, sejelek apapun sebenarnya dirimu itu.
Kau merasa bahagia dapat mengeluarkan rasa muakmu pada kepalsuan. Untuk pertama kalinya, kau merasa begitu bebas menjadi dirimu sendiri. Tapi kemudian, kau kembali berpikir... Memang begitu membahagiakan dapat melepaskan dirimu sendiri dari cangkangnya, tapi kadang kau juga tetap merasa tidak sepenuhnya bahagia. Kau berusaha mencari makna dari kebahagiaan, dan akhirnya kau sadar bahwa kebahagiaan bisa kau dapatkan saat adanya penyerahan diri pada Tuhan, bertawakal pada Tuhan, dan biarkan kedua sisi dalam hidup berjalan keluar beriringan, karena kau berpotensi menjadi jahat seperti iblis dan berpotensi menjadi baik seperti malaikat namun kau tetap seorang manusia –yang baik dan brengsek.

Dear self,
kau seseorang yang mencintai Tuhan dan mempercayai agama –apapun- akan selalu mengajarkan kebaikan di dalamnya, tapi kau sering merasa tidak cocok dengan orang-orang yang berada dalam agama.
Kau tidak menyukai mereka yang shalat namun tetap bergunjing, kau membenci mereka yang rajin mengaji namun melabeli orang yang tidak berpakaian seperti mereka sebagai orang asing dari komunitas agama mereka, dan kau tidak cocok dengan mereka yang beribadah dengan dogmatis.
Kau sering berpikir, ”untuk apa beribadah dengan begitu rajin tapi tidak pernah mengetahui makna dari yang mereka kerjakan? Untuk apa terus-terusan beribadah secara dogmatis? Untuk apa mereka melakukan itu semua jika tidak bisa memanusiakan manusia?”
Tidak, kau tidak pernah merasa lebih baik dari mereka. Kau tidak pernah beribadah serajin mereka, bahkan untuk shalat wajib pun kadang kau sangat malas. Tapi, paling tidak kau tahu cara memanusiakan manusia. Kau tahu bagaimana caranya untuk tidak menghakimi orang lain, kau bertoleransi dengan mereka yang berbeda agama, kau tidak membicarakan keburukan orang lain di balik badan mereka. Mungkinkah itu adalah manifestasi cintamu pada Tuhan? Meski kau jarang beribadah, kau tidak melupakan rasa cintamu pada-Nya. Selama ini, kau tidak ingin beribadah karena ada seseorang yang menyuruhmu untuk beribadah, kau ingin menghadap Tuhan karena kau mencintai-Nya bukan karena kau takut pada-Nya.
Terkadang kau memiliki pandangan yang berbeda mengenai agama jika dibandingkan dengan orang-orang disekelilingmu. Kau percaya agama yang kau anut saat ini menjunjung tinggi kemanusiaan dan perdamaian, kau percaya hati manusia akan terketuk saat melihat betapa damai dan lembut agama yang kau pegang. Dan kau sangat percaya agama yang kau pilih bukanlah agama yang akan memberatkan hati seorang makhluk pada Tuhannya. Meski kau belum menjadikan kesadaran tersebut sebagai motivasi untuk melakukan ritual agamamu dengan lebih baik, kau yakin Tuhan mengetahui bahwa kau begitu mencintai-Nya.

Dear self,
kau sudah mengalami berbagai hal dalam kehidupan. Kau memaknai kebahagiaan, kau melewati kesedihan, kau bertahan melalui keterpurukan, dan kau terbentuk menjadi seperti dirimu saat ini.
Apakah kau ingat, dulu kau pernah kehilangan arah dan juga kehilangan dirimu sendiri? Namun, kini kau berada dalam kesadaran tertinggi untuk berusaha melihat dirimu sendiri, dirimu yang sebenarnya. Kau meringankan langkah kakimu, membiarkan pikiran dan perasaan bersatu menjadi pemandu jalanmu. Seperti air yang terus mengalir dan fleksibel dengan kehidupan, kau berusaha untuk dapat menjadi seperti itu. Kau sadar bahwa untuk menjadi diri sendiri tidak bisa didapatkan hanya dengan mengeluarkan sisi brengsek yang ada dalam dirimu, kau juga sadar tidak selamanya sebuah kebaikan akan berlangsung menjadi sebuah kepura-puraan. Kau kini mengerti bahwa menerima diri sendiri dengan apa adanya merupakan hal yang lebih penting dan kau berusaha menemukan diri sendiri dalam menerima semua kesalahan dan kebenaran yang terjadi dalam hidupmu.
Ya, kau berusaha untuk menerima sisi baik dan brengsek sebagai bagian dari dirimu. Kau mendengarkan hati dan pikiranmu yang membimbing kapan dan dimana sisi-sisi tersebut dapat muncul. Kau meringankan langkah kakimu dan membiarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dan tentu saja, kau ingin mengatakan SELAMAT DATANG pada kesadaran dirimu yang baru.
Lalu, entah bagaimana caranya, kesadaran baru tersebut mengantarkan dirimu untuk menemukan kesadaran lain yang tidak kalah tingginya. Kesadaran untuk selalu bersanding dengan Tuhan melalui ritual-ritual yang sebelumnya tidak pernah kau jalankan dengan baik. Kau merasa lebih dapat bersama dirimu saat kau melakukan ritual tersebut dengan penuh keikhlasan. Sepertinya kau menemukan esensi Tuhan saat kau menemukan dirimu sendiri.
Kau menyadari pentingnya menjalankan ritual agama yang diperintahkan dan kau bersyukur karena kau tidak ’hanya’ sekedar menjalankan ritual tersebut. Kau merasa berada dalam kesadaran tertinggi dalam kehidupan.

Dear self,
aku adalah dirimu. Satu-satunya makhluk yang mengetahui apa saja yang telah kau lalui, satu-satunya makhluk yang mengetahui perasaan apa saja yang melandamu setiap waktu, satu-satunya makhluk yang mengetahui proses kehidupan yang kau jalani.
Aku melihat masa-masa saat kau masih menjadi seorang remaja dengan emosi yang labil, aku merasakan perasaan bahagia ketika kau begitu menikmati dikelilingi oleh teman-teman sekolah yang begitu menyayangimu, aku mengamati saat kau terjatuh ke dalam lubang yang begitu dalam. Aku juga menjadi satu-satunya makhluk yang terus memerhatikan perkembangan –fisik dan emosi- yang telah kau lalui selama lebih dari 20 tahun.
Aku melihat saat kau menangis karena perbandingan, saat kau memuja kebebasan, saat kau tidak menyukai kemunafikan, saat kau membenci orang-orang yang menjatuhkan orang lain dengan perlahan. Aku tahu bagaimana kau berusaha menghadapi hantaman-hantaman yang terjadi, juga berbagai keputusasaan yang menghinggapi dirimu.
Bolehkah aku meminta tolong? Jangan lupakan kesadaranmu tentang diriku karena aku yang akan menemanimu seperti apapun keadaan yang kau lalui. Aku akan mengingatkanmu saat kau terlalu banyak mengeluh, aku akan menghentikan langkahmu sebelum kau jatuh terlalu dalam, aku akan memberimu pijakan saat kau kehilangan jalanmu. Aku akan membantumu untuk menambah rasa cinta pada Tuhan yang begitu kau agungkan. Aku akan membimbingmu agar kau tidak menyesali pilihan yang telah kau tentukan. Tolong jangan lupakan perasaan yang kau dapatkan saat kau bertemu dengan dirimu sendiri, karena aku begitu menyayangimu.


Best Regards,
Yourself..
click utk lihat lebih lanjut...